Bersyahadat karena Masuk Lingkungan Pesantren
(Lanjutan dari postingan
sebelumnya 👉klik disini )
Masih tentang kajian dhuha dengan
pembicara ustadz Nababan. Selain kisah pak Zainudin, ada lagi beberapa
pengalaman beliau dalam dakwah beliau.
Dahulu ketika menjadi misionaris
beliau ingin menarik banyak orang untuk masuk agamanya. Sekarang, ketika beliau
sudah mendapat hidayah, beliau pun ingin bahwa orang lain mendapatkan hal yang
sama seperti beliau. Maka, ustadz Nababan meluaskan dakwahnya ke kota minoritas
muslim, seperti di Pulau Nias, Kupang, dsbnya.
Di suatu daerah di NTB dimana
penduduknya berada di bawah garis kemiskinan (saya tidak begitu ingat dimana)
disana Beliu mendirikan pesantren. Beliau membangun bangunan yang terlihat
cukup megah dibandingkan dengan bangunan sekitar yang hanya berdinding gedeg
(dinding dari bambu) dan reyot. Masyarakt sekitar senang duduk-duduk di sekitar
pesantren karena orang-orang pesantren ramah dan mereka di suguhi minuman dan
camilan. Selain itu, ustadz Nababan mendatangkan alat berat untuk mengebor
sumur, karena di daerah sana permasalahannya adalah susah air. Meskipun, sudah
di bor di berbagai tempat, namun tak juga keluar air. Maka, didatangkanlah
tangki air secara berkala ke daerah itu, dan semua orang termasuk selain muslim
boleh mengambil air secara bebas.
Semakin senang masyarakat dengan
orang muslim. Selama ini, stigma yang terbangun di pikiran mereka adalah islam
itu teroris, islam itu jahat dsbnya. Namun, setelah mereka merasakan berbagai
kebaikan dari ustadz Nababan dan orang pesantren, maka stigma mereka semakin
berubah.
Singkat cerita, datanglah seorang
bapak mendatangi ustadz Nababan. Bapak itu bercerita bahwa selama ini beliau melihat
kebaikan sang ustadz, maka dia meminta tolong untuk menitipkan anaknya agar
disekolahkan. Bapak itu rela tak mengapa anaknya masuk islam asalkan anaknya
bisa bersekolah. Maka ustad Nababan menerimanya dengan senang hati. Dibawalah
kedua anak itu ke pesantren di Jakarta dan di Jakartalah kedua anak itu diislamkan.
Di Jakarta kedua anak itu datang
ke pesantren dengan gedung yang bersih dan bagus, kamar ber AC, kasur empuk,
makanan enak, tentu saja itu membuat mereka terharu. Mereka merasa diperlakukan
sangat baik diangkat derajatnya ketika masuk islam. Ceritalah kedua anak itu
kepada ibu bapaknya bahwa di Jakarta mereka sangat senang karena diperlakukan
sangat baik dan diberikan fasilitas yang baik setelah masuk islam sehingga dia
meminta ayah ibunya kalau bisa masuk islam saja. Namun, waktu itu ayahnya belum
berkeinginan untuk masuk islam namun sang ayah sangat senang mendengar cerita
anaknya disana. Sehingga, dia pun menitipkan lagi anak yang ketiga.
Singkat cerita, ketika acara
pengislaman anak-anak bapak itu di Jakarta, ustad Nababan mengundang duta besar
Arab. Bapak duta besar sangat senang mendengar ada yang ingin masuk islam. Nah, bapak duta
besar ingin berdialog kepada kedua orang tua anak yang masuk islam tadi. Maka,
diundanglah kedua orang tua anak tersebut ke Jakarta.
Ustad Nababan bercerita, bahwa
begitu kedua orang tua tersebut tiba di depan gerbang pesantren suatu keajaiban
terjadi. Ketika ustads Nababan menyapa bapak tersebut, di diam tidak bergeming.
Ternyata bapak itu terlihat terkejut. Mungkin saja karena terpesona dengan
bangunan megah yang jarang sekali terlihat di daerah. Dibawah masuklah kedua
orang itu ke dalam pesantren. Ditanya mengapa tadi bapak diam saja ketika
disapa, jawaban bapak itu adalah karena tiba-tiba hatinya bergetar memasuki lingkungan
pesantren dan bapak itu beserta istrinya ingin masuk islam saat itu juga. Wah,
ustad Nababan terkejut dan kembali meyakinkan lagi apa benar bapak itu ingin
masuk islam. Dengan mantap bapak itu menjawab iya. Ketika ditanya alasannya,
karena beliau merasa nyaman masuk lingkungan pesantren, hatinya tiba-tiba
bergetar berbeda rasanya ketika mereka masuk gereja. Bahkan, bapak itu memaksa
masuk islam saat itu juga ketika ustadz membujuk bapak itu untuk masuk islam
keesokan paginya agar duta besar arab mengislamkan mereka.
Subhanallah…
Well, ini cerita sebenarnya sungguh
mengharukan bagi saya. Jika kisah ini tidak terlihat mengharukan itu karena kemampuan
menulis dan bercerita saya yang buruk ( hee… ). Sungguh beruntung orang yang
mendapat hidayah dan berada di jalan Allah. Hidayah adalah hadiah terbesar dari
Allah.
Setelah mengikuti kajiannya ini ,
saya terinsipirasi untuk berbuat lebih baik lagi dan saya seharusnya merasa benar-benar
beruntung berada di jalan islam. Membuat saya ingin berusaha untuk mengajak
orang lain dalam kebaikan. Yaah meskipun
saya bukan apa apa dan bukan siapa-siapa.
Meskipun saya tidak bisa melakukan
hal besar mengekspansi islam hingga ke pelosok daerah seperti ustad Nababan,
saya bisa memperbaiki diri sendiri dan berusaha untuk berislam secara kaffah. Kita
tidak tahu dari mana jalannya hidayah datang, siapa tau dari diri kita yang
berusaha menjadi orang muslim yang baik sehingga orang lain mendapat jalan
hidayah.
Ⓒayufialfarisi
Jakarta, 16 & 19 April 2018
Komentar
Posting Komentar
I will be happy reading your comment and response. Tell me what you think please :D