Saya (Juga) Tidak Mengucapkan Selamat Natal,

Sebenarnya, sudah lama sekali aku ingin menuliskannya. Sejak bertahun-tahun yang lalu. (ya sekitar dua tahunan yang lalu sih, hehe)

Well, kemarin aku men share tulisan dari Wordpress, tulisan pak Renaldi intinya adalah tentang mengucapkan selamat Natal bagi seorang muslim. 

Dan saya sejak beberapa tahun yang lalu, dan mengerti mengapa seseorang memutuskan untuk tidak mengucapkan "Selamat Natal" . Aku paham dan aku pun memtuskan untuk demikian. Hohoho

dan mungkin beberapa responnya akan seperti ini

"Yup, saklek banget sih. Cuma gitu aja gak mau. Emangnya kalau kita ngucapin selamat natal ke temen kita itu, secara otomatis kita akan langsung pindah kepercayaan gitu?"

atau

"Itu kan cuma kata-kata aja, sebagai wujud perhatian kita kepada sesama ummat. Dalam islam pun diajarkan untuk bertoleransi kan? Ngucapin aja, tapi hati kita enggak kan enggak masalah kali. Saklek banget"

Dan tanggapanku adalah begini, (benerin jilbab) 

Pertama, sebenarnya, menurut kepercayaanku, Isa bukanlah anak Tuhan, dan aku tidak mempercayai jika pada hari natal, yaitu tanggal 25 Desember, merupakan hari lahir Isa Al Masih, Dan yang orang nasrani yakini adalah sebaliknya kan, jadi ketika aku mengucapkan 'selamat natal' itu berarti secara tidak langsung aku mempercayai bahwa yang mereka percayai itu benar. 

Kedua, Memang, itu cuma ucapan, tapi dalam islam, kita diperingatkan berhati-hati dalam lisan. 
Seperti contoh, kasus dimana kita seorang suami sama sekali enggak boleh bilang cerai ke istrinya, meskipun cuma becanda, Inget meskipun cuma becanda itu beneran. Itu emang fiqihnya gitu, jadi jangan samakan dengan pragmatik atau GMD ya... 

misalnya gini :
" Istriku, jgn gitu dong, ntar aku cerai lho." (becanda)

tapi itu sudah hukum talaq satu.  Meskipun cuma becanda. 

terus responnya gini :

"Kok saklek banget ya, yang penting kan niatnya enggak gitu. Harusnya, tau dong bedain yang mana becanda dan mana yang serius. Pragmatiknya gak jalan, gak pernah diajar bu Helen GMD ya?" 

Hello, Itu aturannya emang gitu, aturan agama, biar suami itu emang harus berhati-hati tak sembarangan kalau bilang cerai ke istrinya. Belajarnya makanya jgn GMD doang, belajar juga hukum-hukum islam. hehehe

Dan bahkan, masuk islampun hanya dengan sebuah ucapan, yaitu mengucapkan kalimat syahadat, dan bahkan ketika syahnya suami istri pun dengan ijab qobul, atau dengan kata lain dengan ucapan atau perkataan. 
Dan bahkan, aturan jual beli, itu pun yang terpenting adalah akadnya (yg intinya perjanjian yang diucapkan)
Dan bahkan, bedanya bank syariah dan bank biasa pun, bedanya adalah di akadnya. 


*itu contoh kasus yang intinya kita diajarkan untuk berhati-hati menjaga lisan, karena betapa pentingnya menjaga lisan karena berkaitan dengan hukum agama kita (islam). hehe gitu

Ketiga, toleransi tidak dalam aqidah. Benar kata pak Renaldi. Teman-temanku yang non muslim aja gak protes kalau aku gak ngucapin natal ke mereka. Begitu juga ketika lebaran mereka enggak ngucapin met lebaran pun enggak masalah bagi gue. Fine fine aja. Yang justru ribut itu adalah sesama muslim itu sendiri, yang ngatain kalau muslim yang tidak ikut ngucapin natal itu saklek dan intolerant. 

Memang ada sebagian ulama yang membolehkan muslim untuk berucap natal. Tapi, saya meyakini kalau lebih baik aku tidak ikut mengucapkannya (alasannya diatas), seperti halnya seperti fatwa MUI yang mengharamkan untuk mengucapkan natal. 

Pada akhirnya adalah kembali ke individunya masing-masing. Mau meyakini yang mana. Gak usah saling menghujat kepercayaan orang lain, apalagi sesama muslim.

Itu pendapatku dan menurut apa yang aku yakini :), masih belajar banyak, karena ilmuku juga masih dangkal. :)

#saya seratus persen setuju sama pak Renaldi, ini tulisan lengkapnya. 
http://rinaldimunir.wordpress.com/2014/12/22/tidak-ikut-mengucapkan-selamat-natal/

Ambarawa, 30 Desember 2014

Komentar

Postingan Populer