Sudah Tercatat di Lauh Mahfudz
Tak Berjudul
“Hey, kau benar-benar tidak akan bilang kau akan menikah
dengan siapa kelak?”
“Bagaimana aku akan memberitahumu? Aku saja tidak tau.”
“Ah, tapi kudengar kau dekat dengan si dia. Pasti
nantinya kau akan menikah
dengannya. Dia sangat terlihat menyukaimu.”
“Siapa? Dia siapa maksudmu?”
“Dia yang selalu membantumu setiap kau membutuhkan
pertolongan. Bahkan dia rela tidak mengerjakan pekerjaannya, dan lebih
mengutamakanmu.”
“Ah, aku tau dia menyukaiku. Tapi, aku tak mau terlalu
berharap. Toh, dia baik dalam menyembunyikan perasaannya. Dan begitu pun aku.
Tapi, sayangnya aku belum bisa menerima perhatiannya itu.”
“maksudmu? Apa yang kurang dari dia?”
“Bukan masalah kurang dan tidak kurang. Kau ingat tidak apa
yang dikatakan guru? Aku percaya, kalau wanita yang baik pasti akan mendapatkan
yang baik. Semua itu sudah tercatat di lauh Mahfudz.”
“Hmmm… maksudnya?”
“Ya. Intinya belum saatnya menebak-nebak dan hmmm… aku bukan
cenayang. Tenang, jodoh itu Tuhan yang ngatur. “
“Iya, benar. Tapi, jodoh itu rejeki. Yang namanya rejeki itu
harus diusahakan. Eh, maksudnya dijemput. Bukan menunggu kan?”
“Iya, aku paham. Aku pun sedang mengihtiarkannya.”
“Maksudmu? Mengikhtiarkan dengan sibuk menulis syair-syair
galau di blogmu itu?”
“Aish! Kau itu. Kau harus tau, bahwa tak semua penulis itu
mengkisahkan tentang dirinya sendiri. Hmm…kau benar-benar tak paham
mengikhtiarkan jodoh bagi kaum kita itu bagaimana?”
“Aku tau. Dan sudah aku dengar ribuan kali. Dengan
memperbaiki diri kan?”
“Nah!”
“Tak hanya wanita saja yang harus memperbaiki diri bukan?
Tapi setiap orang harus memperbaiki diri setiap waktu. Selama sisa hidupnya.
Jadi, memperbaiki diri itu bukanlah jawaban.”
“Lalu, menurutmu jawaban yang paling tepat apa?”
“Meskipun kita wanita. Kita juga butuh keluar dari istana
yang megah ini dan melihat dunia. Setidaknya memperlihatkan eksistensi diri
kita ke dunia. Terutama ke Jodoh kita kelak.”
“Hmm….”
“Benar kan?”
“Ya, itu masuk dalam
proses perbaikan diri. Aku yakin gak ada benar-benar manusia asosial, kalau ada
itu pasti sangat sedikit jumlahnya. Asosial yang benar-benar asosial. Ada
beberapa orang yang memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, tapi dia bukan
asosial.”
“Ah! Penjelasanmu terlalu berbelit.”
“Terus, mau kau. Aku harus gimana?”
“Sesukamulah.”
“Okey.”
“Menyebalkan! Pasti jodohmu nanti semenyebalkan dirimu.”
“Masih mau bicara tentang jodoh?”
“Enggak. Aku mau tanya. Kamu juga suka dia kan?”
“Dia siapa lagi maksudmu?”
“Itu, yang sedang kau pandangi dan kau cermati baik-baik
tulisan-tulisannya. Dan aku tau, dalam hati kau pasti berharap bahwa kaulah
tokoh utama dalam setiap ceritanya.”
“Asal saja kau menuduh!”
“Ah! Apa perlu aku beberkan ke dunia kalau kau sering kali
senyum-senyum sendiri membaca tulisan dan celotehannya.”
“Kau bukan cenayang! Jangan sok tau ya!”
“Hahahaha”
Semarang, 22 April 2014
9 : 08
Komentar
Posting Komentar
I will be happy reading your comment and response. Tell me what you think please :D