Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

Titik Jenuh

Tak Mudah, sungguh tak mudah. Tapi, tak kusangka, ini lebih rumit dari yang kubayangkan.. Rencana tinggal rencana, kenyataan meleset dari rancangan yang sudah tersusun rapi di atas kertas. Ya, mungkin saya sendiri yang kurang maksimal. Memang belum maksimal. Mangkuk yang awalnya rapi, bersih, dan indah, kini pecah. Ya, memang tak sengaja dibanting. Bukan hancur karena dibanting, tapi dari atas meja kesenggol jatuh dan pecah. Tapi, nyenggolnya mungkin direncanakan, Saya tidak berhak menjudge siapapun, karena saya sendiri belum oernah merasakan "basah oleh keringat" karena semua ini. Mungkin, ini titik jenuh yang terlalu dini muncul. Belum membuahkan hasil apa-apa sama sekali. #prosa Semarang, 23 April 2014 di post kan 00 : 50

Sudah Tercatat di Lauh Mahfudz

Tak Berjudul  tentang Jodoh (lagi) “Hey, kau benar-benar tidak akan bilang kau akan menikah dengan siapa kelak?” “Bagaimana aku akan memberitahumu? Aku saja tidak tau.” “Ah, tapi kudengar kau  dekat dengan si dia. Pasti nantinya kau akan menikah  dengannya. Dia sangat terlihat menyukaimu.” “Siapa? Dia siapa maksudmu?” “Dia yang selalu membantumu setiap kau membutuhkan pertolongan. Bahkan dia rela tidak mengerjakan pekerjaannya, dan lebih mengutamakanmu.” “Ah, aku tau dia menyukaiku. Tapi, aku tak mau terlalu berharap. Toh, dia baik dalam menyembunyikan perasaannya. Dan begitu pun aku. Tapi, sayangnya aku belum bisa menerima perhatiannya itu.” “maksudmu? Apa yang kurang dari dia?” “Bukan masalah kurang dan tidak kurang. Kau ingat tidak apa yang dikatakan guru? Aku percaya, kalau wanita yang baik pasti akan mendapatkan yang baik. Semua itu sudah tercatat di lauh Mahfudz.” “Hmmm… maksudnya?” “Ya. Intinya belum saatnya menebak-neb...

Jangan Berhenti untuk PEDULI

Malam ini ditampilkan kembali berita mengenai Iqbal si bocah balita yang malang. Masih ingatkah kamu beberapa minggu yang lalu diberitakan di Metro TV tentang penganiayaan yang sangat-sangat keji terhadap bocah balita Iqbal. Kata keji sepertinya masih terlalu halus, bukan hanya keji, tapi rasanya brutal, tidak berperikemanusiaan, gak punya hati, ah apa ya kata yang pantas menggambarkan orang seperti itu. Iqbal, bocah balita itu terluka sangat parah di sekujur tubuhnya. Disulut rokok, ditusuk paku, digigit, dipukul, dan masih banyak lagi perlakuan kejam Dadang, seorang (aku gak rela dia masih tergolong manusia) yang telah menculik Iqbal dari ibunya. Dan yang lebih lebih lebih kejam lagi, dia dengan sengaja membiarkan anak itu dalam keadaan menderita untuk kepentingan perutnya sendiri. Dia mengeksploitasi Iqbal dengan memperlihatkan Iqbal yang menderita kesakitan (yang kukira teramat sakit) untuk meminta belas kasihan orang lain. Aaarrggg!!! rasanya kalau ketemu orang itu pengen ...

#random

Menanti ‘Batas Waktu’ Mungkin masih terlalu tabu Bagimu, Tapi, bagiku tidak.  Wajar, karena jika kau melihat tingkahku yang masih kekakanakan, rasanya berat sekali membahasnya. Aku tau, dan aku pun sering berpikir, apakah aku sudah pantas? Apakah aku sudah siap? Ketika aku bertanya pada diriku sendiri, aku pun tak sanggup mengeraskan suaraku. Aku takut, jam di dinding berhenti berdetak. Bukan karena kiamat, atau waktu terhenti. Tapi, karena saking shocknya. Kamu yakin? Kedewasaan terkadang berjalan lebih lambat dari pada umur seseorang. Iya, itu benar. Dan kedewasaan adalah sebuah pilihan. Sedang kan tua itu mutlak. Agar tidak timpang, harusnya tingkat kedewasaan harus berjalan sejajar dengan usia. Artinya sebanding. Jika tidak, mungkin bisa jadi mengalami hal yang tidak wajar, idiot misalnya. Tapi,aku tidak akan membicarakan ukuran kedewasaan sekarang. Aku ingin berbicara soal batas waktu. Aku tidak tau ‘batas waktu’ itu kapan.  Batas waktu? Batas Wakt...