Kisah Si Saki : Saki Si Berandal

Aku ingin menceritakan sebuah kisah. Kisah ini tentang kisah masa kecilku dulu. Tidak banyak yang kuingat. Tapi, dari sedikit yang kuingat itu ingin kuceritakan. Namaku Saki. Nama yang unik menurut teman-temanku. Saki, dalam bahasa Jepang berarti blossom atau mekar. Mungkin orang tuaku berharap aku akan jadi wanita yang cantik seperti bunga yang bermekaran di musim semi. Atau malah 'mekar' dalam arti mengembang atau membesar.

Tapi, untungnya tubuhku tidak mekar. Setidaknya ketika aku masih kecil. Saat SD aku begitu kurus, dan sangat sangat laki-laki. Ayahku menginginkan anak laki-laki. Tapi, belum juga datang anak laki-laki yang diidamkan. Yang seharusnya menjadi adikku, telah gugur sebelum dia melihat indahnya dunia. Tiga kali, aku gagal memiliki adik. Oleh karena itu, ayahku selalu memotong rambutku pendek. Setelah aku pikir, bukan itu yang membuatku jadi bersifat kelaki-lakian.

Begini ceritanya,
Hari itu sangat cerah, aku bersiap untuk masuk sekolah dasar di hari pertama. Tak ada yang mengantarku di hari pertama masuk sekolah. Aku terbiasa sendiri dari TK. Tak seperti anak lain yang ditunggui hingga pulang sekolah. Tapi, tak masalah bagiku, karena bersama teman-teman TK ku yang juga bersekolah di sekolah dasar yang sama.

Dengan memakai tas punggung baru, sepatu baru dan seragam baru ke sekolah aku merasa hebat memasuki gerbang sekolah. Ketika bel masuk berbunyi kami segera berbaris di depan kelas dengan rapi.

Ada yang masih nangis, karena takut ditinggal ibunya. Ada teman yang sudah akrab banget dengan kakak kelas. Dan banyak wajah-wajah baru yang belum bisa mengekspresikan diri di hari pertama. Salah satunya aku.

Aku menurut kata ibu guru di depan. Sebelum masuk SD, banyak gosip sudah aku dengar dari teman-teman TK ku yang kakaknya berada di SD mengenai guru-guru di Sekolah Dasar. Ada satu guru berbadan gemuk dan berambut keriting, serta berkaca mata, namanya Bu Tin. Bu Tin tak pernah tuntas memakai kaca mata. Kaca matanya hanya sampai di hidung. Makanya, dia sering terlihat mendelik di atas kecamatanya itu. Katanya, Bu Tin ini sangat galak, kalau tidak disiplin maka kita akan dipukul pake penggaris kayu. Dan kalau tidak bisa membaca dan berhitung dengan benar, maka kita akan disuruh berdiri di depan kelas sampai pulang sekolah. Suaranya menggelegar dan bisa membuat bulu bergidik jika mendengarnya.

Dan kukira, ciri-ciri Bu Tin ada di depan kelasku sekarang.

"Anak-anak, ayo berbaris yang rapi." Suaranya tegas dan mengontrol.

Beberapa anak yang tidak masuk barisan, ditarik oleh Bu Tin, lalu di tempatkan di barisan. Kami berbaris dengan rapi. Begitu juga aku. Jumlah siswa kelas 1 ada 45 siswa. Kami dibagi menjadi tiga baris. Artinya, satu baris berisi sekitar 15 anak.

Bu Tin menarik satu siswa yang kelihatannya aktif dan percaya diri untuk memimpin barisan.
Anak itu berdiri di depan dengan percaya diri. Kaca matanya yang kebesaran terkadang turun sampai ke hidung. Badannya tegap siap untuk menyiapkan barisan.

"Siaaaap Grak!"
serentak kami semua lencang depan. Tentu saja, di TK kami sering melakukan ini. Tangannya harus lurus dan tidak boleh turun kalau pemimpin barisan belum memberikan aba-aba untuk turun tangan.
Karena kami harus melakukan lencang depan, maka barisan menjadi lebih panjang. Dan, barisan sampai memakan ke depan kelas dua dan tiga.

Aku termasuk anak yang berbaris di belakang, sehingga posisiku berada di depan kelas dua. Anak-anak kelas dua ramai sekali, karena hari ini hari pertama masuk setelah libur panjang. Mereka banyak yang berlarian di kelas. Bahkan beberapa anak laki-laki banyak yang masih bermain sepak bola di lapangan.

Sementara itu, tiba-tiba muncul seorang kakak kelas dari jendela ruang kelas dua. Posisiku persis berada di depan jendela. Entah kenapa, aku tidak begitu suka dengan kakak kelas tersebut. Yang ternyata kelak aku tau, dia sudah kelas tiga yang kebetulan main ke kelas dua.

Aku diam saja melihat anak itu cengengesan sambil bicara sama temannya di jendela persis di depanku.
Aku benar-benar tidak suka dengan tingkahnya. Kemudian, percakapan mereka sangat menggangguku.

"Kamu berani gak? " Kata dia kepada temannya sambil tertawa melihatku. Tertawanya itu aku sangat tidak suka.
"Halah, emang kamu berani?" kata temannya.
"Taruhan? Seribuan ya!"
"Okay"

Aku menghadap lurus ke depan mendengarkan instruksi bu Tin. Tapi, sebuah tangan jail membuatku sangat marah.

"Nih.... " Tangannya menjulur lewat jendela dan mengelus pipiku. "Berani kan?" Kata dia sambil ketawa.

Aku begitu marah tapi aku tak bisa apa-apa. Aku pengen nangis tapi aku malu. Mukaku cemberut memendam amarah. Tapi, aku cuma bisa diam seperti patung. Ini hari pertama masuk sekolah, belum kenal siapapun. Aku juga gak tau gimana harus kulakukan. Waktu itu, tak ada keberanian sama sekali untuk melawan.

"Nih..." Dia melakukannya lagi. Dan dia mengelus pipiku tiga kali. Rasanya pengen aku tonjok si kakak kelas tersebut. Tapi, aku lemah dan tak bisa apa-apa. Akhirnya, barisanku masuk ke kelas.
Sejak saat itu, aku jadi sangat dendam dengan orang itu. Gara-gara peristiwa itu, aku menjadi anak yang galak dan tomboi. Keberanianku muncul, aku bermain sepak bola dan berkelahi dengan teman laki-laki di kelasku. Tak ada yang berani menggangguku di kelas. Mulai kelas dua sampai kelas enam SD jabatanku di kelas kalau tidak menjadi ketua kelas ya menjadi wakil ketua kelas. Tak ada yang berani ramai kalau aku sudah kalap. Tapi, bu guru menjadikanku ketua kelas bukan karena aku galak saja, tapi karena aku selalu ringking satu. Maka, aku pun dijuluki,  Saki Si Berandal. Berandal singkatan dari  Berani dan Bisa diandalkan (bisa diandalkan untuk berantem)

Begitulah, kiranya aku menjadi seperti ini. Namun beberapa tahun kemudian, kakak kelas yang menggangguku itu berubah menjadi adik kelas. Betapa takdir itu begitu misterius.

*nantikan kisah Si Saki berikutnya

Cerita fiksi ini terinspirasi dari kisah nyata namun ditambah dengan sedikit pemanis cerita. 
Jika ada kesamaan kejadian, tokoh atau tempat. Mohon maaf itu mungkin tidak disengaja atau disengaja tapi pasti sudah ijin dengan yang bersangkutan. Terima kasih. :D


Ditulis oleh Ayufi @ayufialfarisi
Jakarta, Februari 2016 

Komentar

Postingan Populer