Ketinggalan Kereta



“Strength grows when you think you can’t go but you keep going” (unknown), mbak Dewi mengutip kalimat itu dalam tulisannya yang berjudul We are strong for a reason. Entah kenapa, kalimat itu terngiang-ngiang terus dikepalaku, dan menguatkanku untuk tetap kuat menjadi seorang ibu. Seorang ibu itu harus kuat, because a mother is irreplaceable.

https://phinemo.com/wp-content/uploads/2017/04/kereta-1.jpg
Sebenarnya bukan itu yang ingian aku ceritakan. Tapi, masih ada hubungannya dengan kalimat di atas. Minggu kemarin, kita bertiga (aku, suami dan si dedek) harus balik ke Jakarta. Setelah hampir 1 bulan mudik, akhirnya dijemput sang ayah yang gak kuat hidup sendirian (wkwk)

Kereta berangkat dari stasiun Tawang pukul 16.50, tapi kita baru nyampe stasiun pukul 17.10. Alhasil kita ketinggalan kereta. Nyampe stasiun, kita langsung ke loket, tanya barang kali ada tiket buat hari ini. Kita harus pergi harii itu juga, karena Senin sang Ayah harus kerja. Ternyata buat tiket kereta yang ke Jakarta hari itu ludes. Ya, kereta eksekutifnya udah full. Ya, kita nyari yang eksekutif soalnya bawa si baby. Kata petugasnya masih ada sisa kuota buat kereta ekonomi dari stasiun poncol. Mau gak mau kita beli deh itu tiket.

Udah ngebayangin aja, gimana ribetnya bawa 3 tas gedhe-gedhe, stroller, ama si baby. AKhirnya, diputuskan stroller nya ditinggal aja. Lebih parah lagi, kita harus nunggu di stasiun selama kurang lebih 6 jam, keretanya berangkat pukul 23.00. Di jam itu seandainya kita gak telat, jam segitu udah nyampe Jakarta, eh ini baru berangkat. Pake kereta ekonomi lagi. Gimana ntar kalau mau nyusuin pasti gak nyaman kan kalau pake kereta ekonomi. Bayangannya udah gak enak aja.

Rasanya nyesek, pengen nangis. Tapi aku berusaha untuk positif, pasti ada sesuatu. Dan berarti ini rejeki kita bertiga emang kayak gini. Pasti ada sesuatu hal yang ingin Allah tunjukkan atau ajarkan. Aku terus berpikiran demikian. Sehabis sholat isya, tangisku tumpah juga. Pengen marah tapi gak tau ama siapa selain ke diri sendiri. Campur aduk antara capek, panas, pegel, ama kasihan si dedek malem gini harus kepanasan dan terlantar di stasiun. Tapi Alhamdulillah, si dedek happy happy aja. Enggak rewel, bahkan dia bisa tidur nyenyak di atas lantai keras yang hanya beralaskan kain tipis.

Namun, Alhamdulillah setelah penantian yang terasa panjang, kereta kami tiba. Alhamdulillah, meski kereta ekonomi namun ternyata yang kita naikin adalah kereta ekonomi rasa eksekutif. Kereta ekonomii premium dengan dua kursi persis kereta eksekutif tapi agak sempitan. Tapi mending dari pada kereta ekonomi yang duduknya harus hadap-hadapan. Allah emang baik, meski saya sempat suudzon dan negative thinking, tapi Dia memberi lebih. Awalnya duduk kita terpisah. Waah, meski dua kursi kalau sampiing bukan suami gak nyaman juga kalau mau nyusuin baby. Tapi ternyata penumpang samping saya dengan rela hati menukar kursi dengan suami saya. Jadi bisa nyaman duduk dampingan tanpa risih kalau mau rebahan atau nyusuin.

Jadi hikmahnya adalah meski rasanya tak bisa dan kuat tapi ketika dijalani aja dan dengan bismillah menyebut nama Allah, pasti Allah bakal kasih jalan. Meski tadi aku udah suudzon bahwa di kereta bakalan gak nyaman, namun ternyata Alhamdulillah keretanya tak seperti yang saya bayangkan. Semuanya baik baik saja begitu juga baby nya. Semua pasti ada hikmahnya.

 Well, kereta aja tak mau menunggu, apalagi ajal? 
Sekian cerita saya tentang ketinggalan kereta. Makasih udah baca.

*dimulai di Jakarta diselesaikan di Bogor
*dini hari menjelang subuh (25 okt 2018)


Komentar

Postingan Populer