Cinta Tidak Harus Memiliki, belajar Patah Hati dari Salman Al Farisi

Terkadang aku memang harus membaca buku-bukuku yang sudah lama aku beli namun tidak selesai membacanya. Buku-buku selain fiksi, biasanya aku biarkan begitu saja di rak, dan jika butuh baru aku baca. Seperti buku-buku psikologi, kepribadian, kesehatan, atau buku tentang bagaimana meraih mimpi, dan sejenisnya,

Kembali teringat buku Salim A Fillah, yang sudah lama aku punyai tapi aku belum pernah selesai membacanya. Bukunya bagus, tapi aku membacanya jika aku lagi ingin menyeimbangkan pikiranku yang sedang butuh pencerahan agar tidak galau. Kebetulan buku yang aku baca berjudul "Jalan Cinta Para Pejuang". Yap!

Kali ini aku membaca sebuah kisah dari salah satu tokoh favoritku, Salman Al Farisi, yang karena aku sangat menyukainya, maka nama belakangnya pun aku jadikan nama belakangku sebagai nama penaku. 

Berbicara tentang cinta. Belajar dari seorang luar biasa Salman Al Farisi, seorang pemuda asal Persia. Seorang pemuda yang sudah saatnya menikah. Maka sebagai pemuda yang tergolong asing di Madinah, Salman Al Farisi berniat untuk menggenapkan separuh imannya dengan pernikahan. Dia hendak menikahi seorang wanita Anshar yang tentu saja solihah.

Maka, dia berfikir ingin melamar gadis itu.Dia menyampaikan niatnya untuk meng khitbah gadis solihah itu kepada shahabat Anshar, yaitu Abud Darda'. Tentu saja, Abud Darda' sangat senang mendengar berita itu. 

Singkat cerita, sampailah mereka berdua di rumah wanita yang hendak dikhitbah tersebut. Abud Darda sebagai juru bicara, hendak menyampaikan maksud dari kedatangan mereka berdua kepada orang tua gadis itu, bahwa sahabatnya, Salman Al Farisi hendak mekhitbah anak gadis mereka. 

Orang tua gadis itu sangat gembira atas berita tersebut, siapa yang tidak senang anak gadisnya dilamar oleh sahabat Rasullullah. Namun, keputusan tetap berada di tangan si gadis. Maka, sang ibu menyakannya kepada puterinya langsung.

Kemudian, setelah beberapa saat. Sang ibu keluar menyampaikan jawaban dari putrinya. Dengan lembut sang ibu menjawab, bahwa putrinya tidak bisa menerima niat Mulia Salman Al Farisi, tapi putirnya menerima jika yang melamar adalah Abud Darda'. 

Jelas sekali jawaban tersebut sangat mengejutkan mereka berdua. Bayangkan bagaimana perasaan Salman Al Farisi saat itu. Ibaratnya, yang dicomblangin malah jatuh cinta dengan yang mencomblangkan. Mungkin jika kita sebagai orang biasa yang masih memiliki ego yang tinggi, apa reaksi kalian. Tentu saja kecewa marah, dan tidak percaya. 

Namun, meskipun kaget dan sangat ironis. Salman akhirnya berlapang dada atas keputusan gadis yang hendak dilamarnya itu. Bahkan dia bersedia membiyai pernikahan sahabatnya dan gadis itu. Dan Salman bersedia menjadi saksi pernikahan mereka.

So sweet bukan? 
cinta tidak harus memiliki, begitulah yang diajarkan Salman Al Farisi. Kalau kata Salim A Fillah, kita memang tidak memiliki satu pun di dunia ini, karena semua milik Allah. Tapi, terkadang hasrat ingin memiliki terhadap sesuatu hal yang kita sukai, membuat kita lalai dan tidak sadar bahwa kita memang tidak memiliki apa apa. 

Ayufi
Sabtu, dalam iringan syahdu hujan yang awet sekali dari semalam.

Komentar

Posting Komentar

I will be happy reading your comment and response. Tell me what you think please :D

Postingan Populer